Sabtu, 02 Mei 2009

Apakah Mungkin Melihat Nabi Saw Saat Terjaga?


Melihat Nabi dalam keadaan terjaga tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Beliau Saw telah berpindah dari kehidupan kita ini. Juga tidak menimbulkan pemikiran bahwa Beliau senantiasa berada bersama kita. Justru hal ini tidak mempunyai dampak kepada suatu apapun (jika memang benar, orang yang mengklaimnya tidak bisa mengaku sebagai sahabat dan tidak ada implikasi apa-apa baik hukum maupun perkara lain yang terkait dengan hal itu).
Dari hal diatas dapat dipahami, terlebih dahulu mencernati pakah pengakuan orang yag berjumpa dengan Nabi Saw dalam keadaan jaga ini mustahil secara akal atau tidak?
Perkara yang mustahil secara akal adalah keberadaan suatu fisik di dua tempat pada satu waktu, karena tempat Beliau adalah di Roudloh-nya yang mulia. Beliau hidup di sana, tetap beribadah dan sangat dekat dengan-Nya, sebagaimana para Nabi itu semuanya hidup di dalam kubur mereka. Di riwayatkan dari Anas Ra, Rosulullah Saw bersabda :
“ Para Nabi itu hidup di dalam kubur , mereka (melaksanakan) shalat (beribadah)”
H.R Dailami, musnad Al Firdaus


Keterangan ini diperkuat dengan hadist lain, Rosulullah Saw bersabda :
“ Aku melihat Musa pada malam Isra' di sebuah tempat pasir merah bertumpuk. Dia sedang berdiri melaksanakan shalat di dalam kuburnya.”
Melihat Nabi tidak lebih dari sebuah bentuk ketersingkapan bagi seorang wali tentang keadaan Beliau Saw yang berda di dalam kuburnya, pada kondisi jaga. Peristiwa ini tidak diingkari oleh akal dan dikuatkan oleh nash naql (ajaran).
Telah ditetapkan dalam riwayat dari sayyidina Umar bin Khaththab Ra bahwa beliau sedang berkhutbah di Madinah. Lalu Allah SWT menyingkapkan baginya tentang keadaan suatu Sariyyah (bala tentara Mujahidin) yang sedang berada di negeri Nahawand di Persia. Sahabat Umar berseru kepada mereka : “ Wahai sariyyah, segera daki gunung! Daki gunung! “ Dan bala tentara mujahidin yang sedang berada di Persia pun mendengar suara seruan tersebut. Selagi kejadian tersebut memang terjadi selain Nabi Saw maka tentu ia tidak terbatas pada sahabat Umar bin Khaththab Ra saja, atau bahkan pada sahabatnya saja. Demikian juga obyek yang dilihat bisa sariyyah atau bisa juga selainnya.

Bisa saja penglihatan yang dimaksud adalah melihat bentuk Nabi Saw yang hakiki, dengan pengertian bahwa Nabi Saw berada di tempatnya di Roudloh, dan orang yang melihat itu benar-benar melihat Beliau yang mulia dan disebut sebagai bentuk dari alam mitsal. Hal itu bisa terjadi sebagai hasil dari dalamnya cinta dan pemikiran seseorang tentang sosok Beliau Saw. Bagaimanapun sosok manusia kadang-kadang tampak dalam beragam bentuk dengan beragamnya aspek .

Namun terdapat hadist Nabi yang menjelaskan kemungkinan terjadinya melihat Nabi pada saat bangun (terjaga). Dari Abu Hurairoh Ra, dia berkata :
“ saya mendengar Nabi Saw bersabda: “ Siapa yang melihatku di dalam mimpi, maka dia akan melihatku pada saat jaga. Dan syaitan tidak bisa memerankan diriku”

Ungkapan Nabi Saw, “ maka dia akan melihatku pada saat jaga”, menunjukkan mungkinnya seseorang pada masa hidupnya melihat Nabi Saw , Pendapat yang menafsirkan makna “ pada saat terjaga” dengan hari kiamat terlalu jauh karena dua alasan:
1.Sesungguhnya umat Nabi Saw akan melihat beliau di hari kiamat, baik orang yang pernah melihatnya di dalam mimpi maupun tidak pernah melihatnya
2.hadist itu tidak mengaitkan “ saat jaga” denga hari kiamat, dan pengkhususan makna dengan tanpa ada pengkhusus ini merupakan hal dipaksakan.
Polemik mengenai ini menghangat pada masa Imam Suyuthi sehingga dia mengarang sebuah kitab yang diberi judul “ Tanwir al-Halak fi Imkan Ru'yat An-Nabi wa Al-malak” (Penerangan bagi kegelapan tentang kemungkinan melihat Nabi Saw dan para malaikat). Di dalam muqodimah, ia mengatakan banyak pertanyaan yang dilontarkan seputar persoalan tokoh-tokoh sufi elihat Nabi pada saat jaga. Sedangkan beberapa toloh dari golongan umat terkemuka berlebihan di dalam mengingkari hal itu. Mereka merasa heran dan mengklaim musatahil. Maka karna itulah Imam Suyuthi menyusun kitab berkenaan masalah tersebut.
Di dalam kitan risalah tersebut Imam suyuthi mengemukakan dalil-dalil dan argumen-argumen yang menegaskan kemungkinan terjadinya peristiwa melihat Nabi Saw pada saat jaga, demikian juga mendengar suara Beliau Saw, dan juga para Malaikat.

Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: “ Sekelompok ulama mengingkari hal itu dan sebagian yang lain menyatakan mungkin terjadi, dan inilah pendapat yang benar. Telah diberitakan mengenai hal itu oleh orang yang tidak pernah dituduh melakukan kesalahan (yakni orang yang bersih)_ dari golongan orang-orang sholeh. Bahkan tersimpulkan dari hadist Imam Bukhori , : Siapa yang melihatku di dalam mimpi dia akan melihatku pada saat jaga” yakni dengan mata kepalanya. Dan dikatakan maknanya maknanya adalah dengan mata hatinya. Dan kemungkinan penafsiran dengan hari kiamat kiranya terlampau jauh dari kata “ pada saat jaga”. Hal itu dengan alasan tidak logis jika kalimat itu diartikan secara sempit (takhshish) dengan perjumpaan pada hari kiamat. Sebab seluruh umatnya akan melihat Beliau pada hari kiamat, baik orang yang pernah melihat Beliau di dalam mimpi maupun yang belum pernah.
Dalam uraian Ibnu Abi Jumrah terhadap hadist-hadist pilihan dari shahih Bukhori Muslim yang menguatkan tetapnya hadist tersebut dalam makna pada umumnya, bahwa perkara melihat Beliau Saw dalam keadaan terjaga ini bisa terjadi setelah kematiannya, untuk orang yang memenuhi kelayakan dengan mengikuti Sunnah (yakni pengikut sejati Sunnah) dan selainnya. Dan dia berkata, “ Siapa yang mengklaim makna khusus tanpa ada pengkhususan dari Nabi Saw, maka dia telah bersikap semena. Orang yang mengingkari hal itu berarti telah mengingkari kebenaran sabda Rasulullah Saw dan tidak meyakini kuasa Sang Maha Kuasa. Ia juga telah mengingkari karomah para wali yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil Sunnah yang jelas”. (Ibnu Al-haitami, Al-Fatawa Al-Hadisiyah).
Semoga kita senantiasa bisa mencintai Beliau Rasulullah Saw dan bisa memaksimalkan mengikuti ajaran-ajaran Beliau sesuai kemampuan kita semua, bertemu beliau meskipun besok di hari kiamat, karena itu mungkin memang sudah maqom kita semua. Semoga Gusti Allah SWT selalu merahmati dan memberi hidayah kepada kita semua. Amin....