Jumat, 24 April 2009

Mesir

Negeri Gamal Abdul Naser, seorang perdana menteri dalam sejarah yang diajarkan di sekolahan kita disebut sebagai pahlawan, sejatinya adalah penikam Islam. Dalam bukunya yang berjudul "Philosophy of Revolution" diterbitkan tahun 1954, menyebutkan diantaranya Mesir merupakan pemimpin negara-negara Arab, pemimpin negara-negara Islam, pemimpin negara Afrika atau kulit hitam. Filosofi inilah yang kemudian dijadikan pemicu nasionalisme Mesir, untuk melepaskan diri dari Turki Ustmani-- yang saat itu juga digerogoti nasionalisme Turki-- Menurut Naser, kalau bangsa Arab dapat bersatu dengan kesamaan bahasa, cara berpakaian, sejarah mengapa Mesir tidak? dan Mesir justru harus bisa menjadi pemimpin mereka, konon disitulah kekuasaan Firaun dimulai.

Akhirnya Nasser memimpin Mesir benar-benar menjadi Firaun di Abad itu, ia berhasil menasionalisme terusan suez tahun 1956 dan menggabungkan Mesir dengan Syiria tahun 1958 dalam satu bendera United Arab Republic.

Seorang Naser sejatinya adalah penjilat, antek Inggris dan Amerika meski tampak di permukaan sebagai antek Soviet. Hal itu diperkuat Miles Copeland dalam bukunya The game player, ia menyebutkan : keterlibatan Naser dengan CIA dimulai sejak kudeta yang melempar Raja Farouk pada kekuasaanya pada bulan Juli 1952, selanjutnya CIA membantu mukhabarat (intel) untuk memberikan pertimbangan pada re-organisasi interior ministry dan memberikan perlindungan terhadap Naser, untuk melakukan usaha-usaha pembunuhan.

Sampai akhirnya bukan malah bersatunya umat Islam dengan kesejahteraan tapi yang ditunai justru perpecahan Republik Arab Bersatu boneka buatan Naser pada tahun 1961. Dan pada tahun 1967 Naser dengan sandiwaranya berpura-pura kalah perang dengan Israel, yang akhirnya Israel merebut Gurun Sinai, Dataran Tinggi Golan, serta Tepi Barat Sungai Yordan.