Jumat, 24 April 2009

Akhlak Ciri Khas Paling Menonjol dari Pribadi Nabi Muhammad saw

Dari semua ciri khas yang dimiliki oleh Rasulullah saw, tidak ada yang lebih penting dan mulia kecuali akhlak beliau. Ini adalah ciri khas yang ditegaskan langsung oleh Allah SWT dengan firmannya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS, 68:4). Nabi sendiri dalam hadisnya mengatakan, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” Seorang muslim bila ditanya akan sifat-sifat Nabi Muhammad saw maka mereka akan menjawab, “Dia memerintahkan dengan akhlak mulia.”
Sekaitan dengan akhlak Nabi saw yang punya hubungan dengan kehidupan sosial dan keluarga, banyak sekali referensi yang menyebutkan hal itu. Namun kali ini anda akan disuguhi beberapa metode pendidikan kepada masyarakat dan cara penjelasannya.

Kesucian Agama Tidak Kaku!
Salah satu dimensi penting dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw adalah sikap beliau yang begitu mementingkan detil pelaksanaan hukum-hukum ilahi. Perilaku Nabi saw senantiasa sesuai dengan al-Quran. Namun pada saat yang sama beliau tidak ekstrim kanan dan kiri. Selalu yang dilakukan oleh beliau itulah yang dilakukannya “Berlaku lurus sebagaimana diperintah.” Sikap seperti inilah yang beliau ajarkan kepada masyarakat Islam masa itu.

Satu hal yang penting dari perilaku Nabi saw ini adalah kita sebagai umat Islam harus mengambil ajaran Islam dari al-Quran dan Sunnah. Dalam al-Quran berkali-kali orang-orang Yahudi dikecam karena tanpa alasan mereka mengharamkan sesuatu. Nabi dan para pemimpin Islam tidak menyukai kesembronoan dalam beragama seukuran dengan ketidaksukaan mereka akan kekakuan dalam beragama. Keduanya ini menunjukkan kelemahan rasional dan mengenal lahirian agama.
Dalam hadis-hadis kita pernah membaca bagaimana dalam sebuah perjalanan Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk tidak berpuasa, namun tetap saja ada sebagian dari mereka yang memaksa melakukan puasa. Melihat keadaan yang demikian, Nabi Muhammad saw marah dan sambil tetap duduk di atas untanya beliau mengatakan, “Wahai orang-orang yang bermaksiat, batalkan puasa kalian.” (Tahdzib al-Atsar, Ibn Abbas, jilid 1, hal 92)
Nabi Muhammad saw tidak akan menghalalkan apa yang diharamkan Allah swt dan begitu pula sebaliknya, sekalipun beliau tidak menyukainya. Ingat bagaimana Rasulullah saw tidak menyukai bau bawang putih dan mengatakan bahwa barang siapa yang memakan bawang putih jangan duduk di dekatnya. Namun pada saat yang sama beliau mengatakan tidak mengharamkannya, karena beliau tidak diberi izin untuk mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.
Nabi Muhammad saw sangat menekankan perhatian terhadap apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah swt.
Masih terkait dengan masalah ini, ada sebuah kisah yang patut diketengahkan.
Imam Husein as. tidak berbicara dengan Abdullah bin Amr al-Ash soal perang Shiffin, di mana ayahnya berperang dengan Imam Ali as. di perang Shiffin. Abu Said al-Khudri berusaha untuk mendamaikan mereka di Madinah. Imam Husein as. kepada Abdullah bin Amr al-Ash mengtakan, “Sesuai dengan hadis yang dinukil, aku adalah salah satu manusia terbaik di bumi. Lalu mengapa engkau di perang Shiffin ikut berperang melawan ayahku yang lebih baik dari aku? Abdullah menyampaikan alasannya, “Di zaman Nabi saw, aku adalah seorang yang terkenal kezuhudannya dan melakukan suluk yang sulit. Siang hari aku berpuasa dan pada malamnya aku melakukan salat malam. Akhirnya, suatu hari ayahku melaporkan sikap ekstrimku kepada Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw berkata kepada saya, “Engkau harus menaati orang tuamu! Nah, ketika ayahku pergi berperang di Shiffin, aku juga menaatinya dan pergi berperang bersamanya. Mendengar itu, Imam Husein as. mengatakan bahwa apa yang engkau lakukan tidak sesuai dengan hadis dari Nabi Muhammad saw yang mengatakan, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah.”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS, 29:8).
Telisik ulang ucapan Abdullah bin Amr al-Ash memberikan sebuah pencerahan bagaimana sebuah perintah Rasulullah saw agar menaati ayahnya telah membuatnya menjadi kaku dalam menafsirkannya dalam kehidupan.

Hidup Bermasyarakat
Hidup bermasyarakat dalam sebuah komunitas punya makna tersendiri bagi seorang pemimpin, orator, imam jamaah sebuah masjid dan atau pedagang. Sebuah perilaku dapat menjadi sebab masyarakat tertarik. Dalam sejarah disebutkan bagaimana dalam melakukan salat berjamaah, Rasulullah saw tidak pernah membuat para makmum menjadi kelelahan. Dalam salat berjamaah dan Rasulullah saw menjadi imam salat, tidak pernah disebutkan Nabi memanjangkan salatnya. Namun pada saat yang sama beliau tidak menyukai orang yang melakukan salatnya dengan tergesa-gesa. Dalam sejarah disebutkan, Nabi Muhammad saw banyak berzikir, sedikit melaknat, memanjang salat, memendekkan khotbah, tidak sombong, bersama orang fakir dan anak-anak yatim dan memenuhi hajat mereka.
Dalam posisi yang demikian, Nabi tidak pernah mengharapkan penghormatan dari umatnya. Namun jangan lupa Allah swt memerintahkan umatnya untuk menghormati beliau, tapi Nabi tidak menyukai penghormatan formal. Nabi sangat tidak menyukai bila ada orang di depannya kemudian berdiri sebagai penghormatan. Hal ini membuat kecintaan umatnya semakin menjadi-jadi kepadanya. Sebuah contoh menarik dalam hal ini saat beliau menjadi imam salat jamaah terdengar tangis bayi. Nabi kemudian membacakan surat pendek sehingga salat jamaah kali itu cepat selesai. Setelah itu, para sahabat bertanya mengapa beliau memendekkan salatnya, beliau menjawab, “Bila aku memanjangkan salat, maka pasti ibu dari bayi itu tidak bisa konsentrasi dengan baik.